Esem Bupati, Semu Mantri, Dupak Bujang
Lifestyle

Falsafah Jawa: Esem Bupati, Semu Mantri, Dupak Bujang



Budaya Jawa memang memiliki banyak keunikan dan filosofi. Hal ini juga berlaku dalam kegiatan komunikasi antar manusia. Karena manusia Jawa selalu berusaha berempati dengan lingkungan. Berupaya untuk bisa rumangsa daripada bersikap rumangsa bisa. Sikap ini menunjukkan bahwa manusia Jawa mengedepankan untuk berkomunikasi secara baik kepada sesamanya. Namun bukan berarti mereka tak punya ketegasan jika harus menghadapi sesuatu yang dirasakan perlu dikoreksi.


Ada 3 tingkatan dalam berkomunikasi yang dilakukan manusia Jawa. Hal ini terangkum dalam sebuah rangkaian kata Esem Bupati, Semu Mantri, Dupak Bujang. Sebuah rangkaian yang menunjukkan pola komunikasi berdasarkan tingkatan manusia yang dihadapinya.


Esem Bupati

Bupati merupakan representasi tingkatan tertinggi. Bupati adalah nama jabatan yang mengandung makna pemimpin wilayah. Seorang pemimpin wilayah sebaiknya sudah memiliki kemampuan bijaksana. Hanya dengan "esem" yang berarti senyum, keinginan seorang bupati sudah bisa ditangkap lawan bicaranya. Seseorang dengan level bupati akan bisa memahami arti sebuah senyuman ini.


Semu Mantri

Level kedua adalah pola komunikasi yang disebut Semu Mantri.

Dalam tingkatan ini, sebuah kejadian bisa ditanggapi dengan "semu" atau sindiran. Seorang manusia yang berlevel mantri hanya akan bisa mengetahui sebuah kejadian dari sindiran yang dilakukan orang lain. Pada level ini perlu diperjelas dengan sebuah kalimat yang tak lagi hanya dari penangkapan gesture belaka.


Dupak Bujang

Level ketiga adalah pola komunikasi terakhir. Pola komunikasi yang lebih terbuka dan terang benderang.

Pada tingkatan ini, teguran atas sebuah kejadian perlu dilakukan dengan terbuka dan jelas.

Bujang merupakan penggalan kata "bujangan" untuk menunjukkan level komunikasi kepada seorang pemula.

Pada level ini dianggap yang diajak berkomunikasi belum memiliki pengalaman yang cukup dalam kehidupan.

Karena itu tak cukup hanya sindiran tapi perlu kalimat teguran yang jelas dan keras


Demikianlah filosofi komunikasi dalam budaya Jawa. Mungkin ini menjadi inspirasi kita dalam berkomunikasi dengan manusia lainnya.

#  

Kontributor: Aryo Nugroho
3